Kutitipkan rasa
rindu yang sangat dalam untuk dunia tulis-menulis yang dulu sangat tekun
kudalami. Dunia yang dulu menjadi tempatku mengeluarkan segala pikiran dan
unek-unek dan sudah kutinggalkan selama beberapa lama.
Kehilangan selera...
entahlah, rasanya setiap hari sangat banyak hal yang lewat didalam pikiranku
menanti untuk kuceritakan. Biasanya aku akan sangat bersemangat untuk mulai
menuliskannya pada secarik kertas dibuku pribadiku. Namun beberapa tahun
terakhir ini, aku membiarkannya hanya lewat saja. Seperti menikmatinya hilang
sedikit demi sedikit dari memori otakku dan senang membiarkannya hanyut semakin
dalam ditimpa oleh memori-memori penting masalah perkuliahan yang
perlahan-lahan semakin memenuhi kepalaku.
Kehabisan
kata-kata... mungkin iya, tapi rasanya aku masih sering berbicara sendiri
didalam pikiranku dan menyusun kata-kata indah yang menanti untuk disuarakan.
Tapi mulutku terlalu sibuk untuk membiarkan kata-kata itu keluar seolah area
khusus pengatur bicara di kepalaku lebih memilih untuk memproses kata-kata
jargon medis dan kawan-kawan nya yang kuyakin juga kau tidak ingin
mendengarkannya dibandingkan mengeluarkan untaian kata indah yang menyejukkan.
Yang pasti aku
sangat rindu untuk bertemu kembali dengan kertas putihku, dengan layar polos
yang menanti untuk dituangi pengalaman-pengalaman hidup yang aku yakin sudah
cukup untuk dibuat sebuah trilogi mengenai petualangan seorang anak gunung yang
dulu tinggal di pinggiran sebuah danau yang indahnya tidak terlukiskan namun
harus pergi melanjutkan hidup kekota lain untuk berjuang menjadi seseorang yang
katanya mampu mengobati penyakit dan disebut manusia setengah dewa yang
dipanggil dokter itu.
Tiga setengah
tahun aku pergi menjauh dan kini aku menyampaikan betapa aku rindu, sangat-sangat
rindu untuk kembali. Terkadang timbul iri dihati melihat kawan-kawan
seperjuanganku yang masih bisa menyempatkan waktunya untuk bertemu sahabat
putihnya dan menyuarakan pikirannya. Mengapa aku sendiri sangat sulit rasanya?
Entahlah, mungkin aku sudah terlalu tertawan oleh kewajiban-kewajiban hidup dan
dibutakan oleh indahnya perasaan menikmati dunia dengan hanya sekilas lewat
tanpa perlu diabadikan. Mungkin hatiku menginginkan yang lain? Bisa jadi, tapi ketika aku
menuliskan pesan ini, aku merasakan perasaan cinta mula-mula yang dulu
kurasakan ketika aku menyelesaikan cerita pertamaku. Aku juga merasakan masih
hati yang berdebar ketika aku membayangkan pesan ini akan dibaca oleh orang
lain dan menikmati khayalan akan bagaimana perasaan mereka ketika membacanya.
Ah, aku rasa aku masihlah diriku yang dulu, aku kecil yang
lebih memilih untuk menyimpan memori satu hari ku dan menuliskannya menjadi
sebuah pesan, masihlah aku yang lebih menikmati kata-kata dibandingkan
tindakan-tindakan nyata. Aku yang masih sama harus berubah menjadi aku lain demi tuntutan keadaan.
Aku rasa saatnya
aku kembali ke diriku yang dulu. Aku yang lebih banyak menulis walau tak seindah
syair-syair pujangga terkenal namun memberikan terapi hebat yang sangat efektif
untuk diriku. Karena hanya disaat sepertiitu aku merasa aku adalah diriku
sendiri.
0 komentar:
Posting Komentar